Pondok Denanyar menjadi salah satu bukti kebangkitan para santri putri. Pesantren ini menjadi pelopor pesantren perempuan di Jawa Timur. Pada tahun 1917, Mbah Bisri atau KH. Bisri Syansuri dan Nyai Nur Khadijah mendirikan Pesantren Mambaul Maโarif Denanyar sepulang dari Mekah.
Di usia yang terbilang muda yaitu 30 tahun, Mbah Bisri memiliki dobrakan yang luar biasa dengan mendirikan kelas khusus putri di Denanyar. Langkah besar ini dinilai tidak biasa di kalangan ulama Indonesia.
Pada tahun tersebut kelas untuk perempuan masih dianggap aneh, meskipun sudah ada sekolah untuk perempuan yang bermunculan di kota-kota besar Hindia Belanda. Mulai dari Sakola Istri di Bandung (1904) yang didirikan oleh Dewi Sartika, Sekolah Kartini di Semarang (1912), dan Diniyah Putri di Padang Panjang (1923).
Baca Juga: Tiga Tahap Manajemen Keuangan Pondok Pesantren
Pendirian pondok pesantren putri ini tidak terlepas dari pantauan guru Mbah Bisri yaitu K.H M. Hasyim Asyโari. Beliau tidak melarang, tidak juga merasa keberatan dari apa yang dilakukan oleh muridnya.
Santri putri dari pesantren Mambaul Maโarif Denanyar merupakan tetangga sekitar Mbah Bisri Mereka mengenakan identitas khusus saat di pesantren yaitu atasan kebaya dan bawahan sewek, serta kerudung yang hanya diselempangkan untuk menutupi rambut.
Pada tahun 1927 pesantren ini menerima santri putri dari berbagai daerah secara terbuka.Puncaknya pada tahun 1930, Mbah Bisri mendirikan Madrasah Diniyah Putri Pesantren Mambaul Maโarif Denanyar.
Upaya Mbah Bisri dalam mendirikan pesantren putri adalah terobosan penting untuk kemajuan pendidikan kaum perempuan. Ijtihad ini kemudian dilanjutkan oleh Nyai Musyarofah, putri Mbah Bisri, dengan mendirikan pesantren putri di Tambakberas tahun 1951.
Ingin Mencoba Aplikasi Keuangan Pesantren?
Coba demo GRATIS di